Resume Kulwap Matrikulasi #4 Aceh HEbAT Community
Materi Pokok 1: Apa dan Bagaimana HE
SME: Ust. Harry Santosa
Host: Bunda Noni
Admin: Bunda Izzati
Notulis: Bunda Ira
"Apa dan Bagaimana Home
Education"
Narasumber :
Ust.Harry Santosa dan Ibu Septi Peni Wulandani
Bagian 1
Home Education (Pendidikan berbasis Rumah) Peradaban
sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education
itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena
sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus
dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya. Jadi tidak ada
yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan melakukan yang
“SEMESTINYA” orangtua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang minder” ketika
pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang menjalankan “misi
hidup” dari sang Maha Guru. Home Education dimulai dari proses seleksi ayah/ibu
yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak pertama adalah mendapatkan
ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak,
di dalam rahim, sampai dia lahir. Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia
8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yg aqil baligh
secara bersamaan. Home Education sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di
usia 14 th ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar
anak menjadi dewasa, delivery method HE pun sudah jauh berbeda. Kita dipercaya
sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Jadi orang
tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi
sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg
melakukannya. Hal-hal yang SEMESTINYA orang tua lakukan :
◈ Mendidik ◈ Mendengarkan ◈ Menyanyangi ◈ Melayani (pd usia 0-7 thn) ◈ Memberi rasa aman & nyaman ◈ Menjaga dari hal-hal yg merusak jiwa dan fisiknya ◈ Memberi contoh dan keteladanan ◈ Bermain ◈ Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak
Bagian 2
“OUTSIDE IN“ vs “INSIDE OUT” Tugas mendidik bukan
menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak menggali
dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia seutuhnya
(insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya lembaga yang
tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah rumah dimana
amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya. Anak lahir ke muka bumi
membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang mengeluarkan fitrah anak
tersebut: Fitrah Kesucian. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap manusia
mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki
sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu terhadap dosa. Fitrah
Belajar. Tidak satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar.
Khalifah di muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati. Fitrah Bakat.
Ini terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau
peradaban, sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat
yang berbeda-beda. Fitrah Perkembangan. Setiap manusia memiliki tahapan
perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai dengan
tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap mengikuti
pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat sejak
dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh
dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa
cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak. Pendidikan Berbasis Shiroh Kita
perlu mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir
sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti. PENDIDIKAN dan
PERSEKOLAHAN adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang
ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak sehingga
potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki potensi yg
merupakan panggilan hidupnya. Pendidikan Berbasis Potensi & Akhlak Yang
dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai dengan mengenal sifat
bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality Productive yang kemudian
menjadi aktivitas dan performance, lalu menjadi karir dan peran peradaban
yang merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny. Jadi pengembangan
potensi berkaitan dengan performansi, namun performansi memerlukan nilai-nilai
yang disebut sebagai akhlak dan moral karakter. Dalam mengembangkan bakatnya,
anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan nilai-nilai dalam
keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat atau menjadi akhlak
mulia. ” Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar
mimpinya , termasuk dalam hal pendidikan.”
Bagian 3
Tazkiyatunnafs. Secara sederhana dimaknai sebagai
pensucian jiwa, membersihkan hati dengan banyak mendekat, memohon ampun,
menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg syubhat apalagi haram atau waro’
kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah SWT agar ditambah hidayah sehingga
fitrah nurani memancar dalam akhlak dan sikap serta kesadaran yang tinggi atas
peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak atau generasi memerlukan ini sebagai
pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah teknis. Umumnya kecemasan, obsesif,
banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak konsisten (dalam
arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak percaya diri mendidik
anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang tuanya sehingga mudah
terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak sesuai atau menciderai
fitrah. Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar kita kembali kepada
kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan sejati sesuai fitrah.
Ketika orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami
konsep kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah
amal, bukan status. Pesan dari Bunda Septi yang selalu kami pegang,
“Untuk itu siapkan diri, kuatkan mental, bersihkan segala emosi dan dendam
pribadi, untuk menerima SK dari yang Maha Memberi Amanah. Jangan pernah ragukan
DIA. Jaga amanah dengan sungguh-sungguh, dunia Allah yang atur, dan nikmati
perjalanan anda.”
Bagian 4
Metode dan Cara Sudah tidak diragukan lagi bahwa
mendidik (bukan mengajarkan) Aqidah sejak usia dini, adalah hal yang mutlak.
Aqidah yg kokoh akan amat menentukan pilihan2 serta pensikapan2 yg benar dan
baik dalam kehidupan anak2 kita kelak ketika dewasa. Lalu bagaimana metode dan
caranya? Menurut yg saya pahami secara sederhana, bahwa pertama, setiap
pendidik atau ortu perlu menyadari bhw sesungguhnya setiap anak manusia yg
lahir sudah dalam keadaan memiliki fitrah aqidah atau keimanan kpd Allah Swt.
Setiap manusia pernah bersaksi akan keberadaan Allah swt, sebelum mereka lahir
ke dunia. Maka tdk pernah ditemui di permukaan bumi manapun, bangsa2 yg tidak
memiliki Tuhan, yaitu Zat Yang Maha Hebat tempat menyerahkan dan menyandarkan
semua masalah dalam kehidupan. Dengan demikian maka, yg kedua adalah bahwa
tugas mendidik adalah membangkitkan kembali fitrah keimanan ini, namun bukan
dengan doktrin atau penjejalan pengetahuan ttg keimanan, namun dengan
menumbuhkan (yarubbu/inside out) kesadaran keimanan melalui imaji-imaji positif
tentang Allah swt, tentang ciptaanNya yang ada pada dirinya dan ciptaanNya yg
ada di alam semesta. Dengan begitu maka, yg ketiga adalah dengan metode utk
sebanyak mungkin belajar melalui hikmah-hikmah yang ada di alam, hikmah yang
ada pada peristiwa sehari-sehari, hikmah pada sejarah, hikmah2 pada keteladanan
dstnya. 1. Menjadi penting membacakan kisah2 keteladanan orang2 besar yg memiliki
akhlak yg mulia sepanjang sejarah, baik yg ada dalam Kitab Suci maupun Hadits
maupun yg ditulis oleh orang2 sholeh sesudahnya. 2. Menjadi penting senantiasa
merelasikan peristiwa sehari2 dengan menggali hikmah2 yg baik dan inspiratif.
3. Menjadi penting untuk senantiasa belajar dengan beraktifitas fisik di alam
dgn, meraba, merasa, mencium aroma, mengalami langsung dstnya. Metode
berikutnya, tentu saja kisah2 penuh hikmah itu perlu disampaikan dengan tutur
bahasa yg baik, mulia dan indah bahkan sastra yg tinggi. Menjadi penting bahwa
tiap anak perlu mendalami bahasa Ibunya dan bahasa Kitab Sucinya. Bukan mampu
meniru ucapan, membaca tulisan dan menulis tanpa makna, namun yg terpenting
adalah mampu mengekspresikan gagasan2 dalam jiwanya secara fasih, lugas dan
indah, sensitif thd makna kiasan2 dalam bahasa sastra yg tinggi. Para Sahabat
Nabi SAW yg dikenal tegas namun memiliki empati dan sensitifitas yg baik serta
visioner umumnya sangat menggemari sastra. Semua metode itu, kembali lagi,
adalah bertujuan utk membangun kesadaran keimanan melalui imaji2 positif lewat
kisah yg mengisnpirasi, melalui kegairahan yg berangkat dari keteladanan,
pemaknaan yg baik melalui bahasa ibu yg sempurna dstnya. Imaji negatif akan
melahirkan luka persepsi dan luka itu akan membuat pensikapan yg buruk ketika
anak kita kelak dewasa. Sampai sini kita menyadari bhw peran orangtua sebagai
pendidik yg penuh cinta serta telaten maupun sebagai sosok yg diteladani dan
menginspirasi tidak dapat digantikan oleh siapapun, apalagi dalam membangkitkan
kesadaran keimanan anak2nya. Maka penting bagi para pendidik untuk melakukan
pensucian jiwa (tazkiyatunnafs) sebelum memulai mendidik dgn kitab dan hikmah.
Bukankah orangtua lah yg akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat,
bukan yang lain? Salam Pendidikan Peradaban #pendidikanberbasispotensiakhlak
Disusun oleh: Tim Pengurus Pusat
HEbAT
Tanya Jawab
Persiapan Memulai HE
Karlina, Bekasi Revika, Banda Aceh Mardiyah, Sidoarjo Rahma,
Jogja Anna, Sidoarjo Fitien, Jombang, Jawa Timur
Assalamu’alaikum warahmatullaah wabarakatuh,
1. Saya sudah agak kebayang tentang HE ketika
dianalogikan dengan turunnya Al-Quran yang berangsur-angsur dan tidak urut
sesuai kondisi dan peristiwa. Seperti ketika ada orang buta BAK di depan
masjid, baru turunlah surat abasa, Allah nggak bilang "nanti akan ada
orang buta, engkau Muhammad jangan begini jangan begitu" Tapi bagaimana
garis besarnya penerapan HE berbasis fitrah pada anak-anak yang belum sempurna
akalnya? Apa saja yang kami persiapkan sebagai orangtua untuk memulai FBE?
2. Saat ini saya berniat untuk menerapkan HE, tapi
mengingat anak-anak selalu bertanya hal yang tidak terduga, bagaimana saya
menyiasati pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh anak saya, yang
apabila di sekolah hal-hal seperti itu didapatkan dari pelajaran sekolah
(misal: tentang terjadinya hujan, tentang awan, dsb). Adakah kurikulum baku
dalam menerapkan HE? Hal mendasar apa yang wajib saya kuasai untuk memulai HE?
3. Apakah konsep HE ada sebuah manhaj atau panduan
pokoknya, yang bisa kita jadikan parameter kita sebagai pendidik, masih on the
track atau tidak? Adakah parameter proses HE berjalan ideal?
4. Saya mau bertanya tentang bagaimana HE dan HS itu
sendiri. Saya baru saja bergabung dalam grup HEbat dan IIP. Ada rasanya bahwa
saya ingin juga menjadi fasbel anak untuk HS selain kegiatan sekolahnya yang
perdana segera dimasuki ananda PAUD bulan juli nantinya. Untuk seorang yang
buta akan HS dan HE itu sendiri. Modal persiapan seperti apakah yang sebaiknya
dilakukan? Pemikiran pemikiran yang bagaimanakah agar anak tidak kehilangan fitrah
nya karena terkadang kami masih terbayang bayang bahwa tolak ukur keberhasilan
anak adalah tercapai target orang tua ingin anaknya seperti ini dan seperti
itu. Mohon bantuan pencerahannya agar tidak salah jalur dalam membersamai
mereka. menjadi fasbel untuk mereka. 5. Apakah di grup HEbAT nanti juga akan
dijelaskan cara / tips mendidik dengan HE berdasarkan fitrah-fitrah pada diri
anak?
Jawab
Persiapan Memulai HE Ayah Bunda yang baik, HE berbasis
fitrah sangat mengutamakan tahapan perkembangan anak, Tahap 0-6 tahun adalah
tahap penguatan Konsepsi dengan Imaji Imaji keindahan atau positif Tahap 7-10
tahun adalah tahap penumbuhan Potensi dengan aktifitas di alam dan kehidupan
Tahap 11-14 tahun adalah tahap pengujian Eksistensi dengan pemberian
tanggungjawab pada kehidupan nyata. Jadi anak anak yang belum sempurna aqalnya,
umumnya usia 0-6 tahun, lebih banyak kepada abstraksi dan imajinasi untuk
menguatkan konsep Allah, konsep belajar dan bernalar, konsep sifat unik, konsep
individualitas/ego, konsep gender dstnya Orangtua diminta untuk membaca dan
memahami framework dengan cermat dan teliti, kemudian rileks dan optimis
menjalaninya sesuai keunikan fitrah anak dan fitrah keluarga masing masing.
Kemudian menyadari bahwa upaya mendidik fitrah pada akhirnya adalah
menghantarkan anak pada peran peran peradaban terbaiknya dengan adab mulia
ketika aqilbaligh. Karenanya HE berbasis fitrah tidak memiliki kurikulum baku,
yang ada adalah Framework FBE dimana ayahbunda dapat merancang kegiatan untuk
menumbuhkan setiap aspek fitrah sesuai tahapan yang ada di dalam framework.
Anak kita tidak boleh dibandingkan dengan standar atau anak lain, tetapi
dibandingkan dengan capaiannya sendiri sesuai fitrahnya pada tiap tahap
perkembangannya. Indikator indikator dalam framework diberikan untuk tiap
tahap, namun bukan capaian pengetahuan atau skill, karena tiap anak akan
berbeda kebutuhan skill dan knowledge, tetapi indikator capaian terkait
tumbuhnya tiap aspek fitrah dan aspek adab yang menjadi tanggungjawab
orangtua.. Yakinlah bahwa anak yang tumbuih fitrah belajar dan bernalarnya
dengan hebat, akan belajar dan menjadi inovator yang menebar rahmat sepanjang
hidupnya. Namun, anak yang banyak diajarkan, akan selalu meminta diajarkan
sepanjang hidupnya. Begitupula anak yang fitrah keimanannya tumbuh hebat dalam
wujud gairah dan cinta kepada Allah, Rasulullah SAW, Kitabullah akan mendalami dan
mengamalkan Islam sepanjang hidupnya. Anak yang hanya dibebankan taklif syar'i
tanpa tumbuh fitrahnya, maka akan meninggalkan semuanya ketika kita wafat
kelak. Dalam HE para orangtua tidak perlu menjadi guru yang tahu semua hal,
tetapi menjadi orangtua sejati yang menemani dan membersamai berbagai hal yang
ingin dipelajari anak dan membentuk sikap serta menumbuhkan fitrahnya.
Tahapan umum fitrah perkembangan (lihat framework)
Innerchild dan Trauma Masa Lalu
Kurnia, Surabaya Anis, Jogja Mery, Aceh
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.
1. Contoh inner child itu seperti apa ya?
2. Latar belakang keluarga saya dan suami dalam
mendidik sangat berbeda. Kami bersepakat akan mencari metode yang mengkombinasi
keduanya karena ada beberapa hal yang menurut kami justru membawa tekanan pada
saat kami dewasa. Masalahnya, saya pernah mengalami tekanan sosial dan mental
yang buruk saat masih anak dan remaja yang membuat saya trauma. Saya takut hal
tersebut berdampak pada saat saya mendidik anak anak kami. Bagaimana solusinya?
3. Saya merasa kekurangan dan ketidakpercayaan diri
saya sebagai orang tua sangat dipengaruhi oleh trauma masa kecil. Saya sulung,
suami juga sulung. Kami sama-sama dibebankan dengan gelar anak sulung.
Bagaimana kami dapat mendidik anak anak kami nantinya dengan adil dan bijak
tanpa takut mereka terbebani dengan status apakah mereka sulung, tengah, atau
bungsu?
Jawab
Innerchild dan Trauma Masa Lalu Ayah Bunda yang baik,
1. Innerchild adalah istilah tentang sifat sifat anak
anak yang masih ada dan terbawa sampai orang dewasa. Tidak semuanya buruk,
namun seringnya memang sikap atau opini yang terbentuk karena diakibatkan
traumatis masa lalu. Kasus seperti Cinderella Complex atau Peterpan Syndrome
juga dianggap bagian dari sifat kanak kanak yang terbawa sampai dewasa karena
tidak tumbuh sebagaimana mestinya.
2. Memang "innerchild" ini umumnya terbawa
dalam pola mendidik atau mengasuh anak, tetapi jika menyadari penyebabnya di
masa lalu, lalu melihatnya dengan sadar pada saat ini dengan pemahaman jauh
lebih baik di masa kini, insyaAllah perlahan akan pudar. Karenanya itulah
perlunya Tazkiyatunnafas setiap saat, agar Allah berikan qoulan sadida, ucapan
dan tutur yang berkesan mendalam, idea yang bernas dan menginspirasi hebat,
perilaku dan tindakan yg layak diteladani, serta hati yang tenang dan empati
tinggi sehingga mampu menangkap jeritan hati dan perasaan anak. Jadi tak perlu
khawatir, sesungguhnya mendidik fitrah ananda, pada ghalibnya adalah mendidik
fitrah kita sendiri. Raise Your Child, Raise Yourselves Coba kau tumbuhkan
fitrah anak anakmu, kau kan temukan fitrahmu yang layu kembali tumbuh indah
mempesona Coba kau gairahkan anakmu agar cintai Tuhanmu, kau kan temukan fitrah
imanmu pada Tuhanmu kembali bersemi Coba kau petakan sifat unik anakmu dalam
gairahnya beraktifitas, kau kan temukan fitrah bakatmu muncul ke permukaan Coba
kau inspirasikan idea hebat hingga anakmu antusias bereksplorasi, kau kan
temukan fitrah belajar n nalarmu kembali menyala Coba kau lekatkan cinta
akrabmu pada anakmu dengan tulus, kau kan temukan fitrah keayahan atau fitrah
keibuanmu merekah lagi Coba kau empatikan rasamu pada kebutuhan anakmu lalu
imajikan ide hebatmu, kau kan temui fitrah cinta dan mendidikmu eksis kembali
Coba kau bersamai aktifitas fisik anakmu, kau kan temui fitrah jasmanimu
bergerak kembali Coba kau ekspresikan, tuturkan dan narasikan kisah kisah
bersastra indah pada anakmu, kau kan temui fitrah bahasamu mengalir indah lagi
Coba kau hidupkan imaji imaji keindahan Allah dan ciptaanNya kepada anakmu, kau
kan temui fitrah keindahanmu membiru kembali Coba dan cobalah terus merawat dan
menumbuhkan fitrah anak anakmu, sampai kau temukan fitrahmu kembali kepada
kesejatiannya, kau kan sadar karunia anak adalah hal terindah dalam hidupmu
Memupuk Rasa Percaya Diri
Ani CH, Sidoarjo Anis, Jogja Fitien,
Jombang, Jawa Timur Mardiyah, Sidoarjo Prima, Banten
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh. Banyak
orangtua merasa 'tidak siap' untuk mempraktikkan HE, dengan berbagai alasan.. Saya
tidak bakat mendidik, karena tidak telaten. Saya bingung, harus mulai dari
mana, cari kurikulum dimana Saya tidak punya banyak waktu, karena saya bekerja Saya
tidak sanggup, karena ayahnya tidak terlibat, saya sendirian pasti repot Saya
tidak yakin, apakah menerapkan HE akan menjamin anak saya bisa sukses.
1. Bagaimana cara mengatasi 'rasa tidak siap' seperti
ini, padahal mulai menyadari pentingnya HE?
2. Terkait tahapan HE tentang proses pembentukan anak
di rahim. Apa saja yang perlu disiapkan dan dilakukan selama menanti kelahiran
anak oleh orang tua? Karena sebagai orang tua maupun calon orang tua sering
sekali saya merasa banyak kekurangan. Takut salah langkah.
3. Bagaimana agar sebagai orang tua bisa punya rasa
percaya diri untuk mendidik anak secara HE? Karena kadang-kadang muncul
perasaan tidak PD dan takut salah 4. Saya sebenarnya sepakat sekali dengan
konsep HE.. Tapi saya merasa kurang PeDe untuk bisa mengambil peran pendidikan
anak2 saya smuanya (setidaknya ada juga banyak hal baik yang saya ambil dari
sistem sekolah formal, karena say produk sekolahan juga). Saya bingung memulai
HE dari mana?
5. Untuk kedua anak saya ini yang jaraknya cukup jauh
(11 Tahun dan 22 Bulan) saya sangat berharap dapat menerapkan pendidikan yang
sesuai dengan yang seharusnya. Terkait ini saya mohon masukan baiknya seperti
apa agar saya bisa menjalankan peran untuk kedua anak saya yang perbedaan
usianya jauh? Jazakillah khoiron katsiro
Jawab
Memupuk Rasa Percaya Diri, AyahBunda yang baik,
1. "Rasa tidak siap" berangkat dari
kesalahpahaman bahwa a. HE dianggap mengajarkan semua hal, padahal HE fokus
pada fitrah dan adab b. HE dianggap memindahkan sekolah ke rumah dan menyangka
menjadi guru, padahal HE belajar bersama anak dan bersama menumbuhkan fitrah c.
HE dianggap pilihan. Sesungguhnya anak bersekolah atau tidak bersekolah, HE
adalah kewajiban. Allah telah memberikan anak anak kita fitrah yang cukup hebat
untuk menjalani peran kekhalifahannya dan penghambaannya. Allah juga telah
mencurahkan banyak hikmah kpd para orangtua asal mau menyambut panggilan Allah
untuk mendidik anak anaknya
2. Persiapan mendidik anak tentu dimulai saat
mempersiapkan diri untuk menjadi lelaki sejati atau perempuan sejati, kemudian
mengikrarkan diri utk menjadi ayah sejati dan ibu sejati dalam sebuah
pernikahan. Kemudian dimulai dengan adab adab suami istri yang disunnahkan,
sehingga masa kehamilan tiba. Intinya banyaklah mendekat kepada Allah, memenuhi
semua kebutuhan nutrisi dan fisik secara alamiah, dan menjaga ketenangan jiwa.
Fitrah adalah jalan sukses, mendidik sesuai fitrah adalah cara sukses, dan doa
doa ibu adalah kunci sukses.
3. Yakinlah bahwa mendidik anak adalah panggilan
Allah, dan ALlah tidak salah pilih ketika mengamanahkan anak kepada kita.
Pandanglah anak anak kita sebagai karunia yang tiada terkira yang akan
mengantarkan kita kepada pahala pahala besar dan syurgaNya. Yakinlah bahwa
Allahlah Murobby anak anak kita, Allahlah Yang Paling Tahu fitrah anak anak
kita dan Allahlah yang senantiasa menjaga anak anak kita. Maka sambutlah
panggilan Allah utk mendidik anak dengan semangat agar Allah berikan banyak
hikmah dalam mendidik. Allah tidak akan memanggil mereka yang mampu, tetapi
memampukan mereka yang terpanggil
4. Secara teknis mulailah berkegiatran bersama anak
yang paling sederhana atau yang selama ini sering dilakukan. Kini mulailah
perlahan membuat catatan catatan untuk mengamati secara empati mendalam setiap
aspek fitrahnya. Lalu jadikan hasil pengamatan itu menjadi rancangan kegiatan
berikutnya, dan lakukan kembali pengamatan mendalam setiap aspek fitrah utk
kegiatan berikutnya. Begitu seterusnya, makin lama makin seru dan makin dalam
kita mengenal ananda. Pada saatnya kita akan memahami pola fitrah ananda, dan
mampu merancang personal kurikulum sesuai pola fitrahnya
5. Lakukan pemetaan fitrah ananda, baik yang usia 11
tahun dan 22 tahun. Lihatlah fitrah mana yang terlewat ditumbuhkan atau nampak
menyimpang. Ajak dialog untuk mencari solusi bagi masalah maupun potensi utk
dikembangkan. Anak usia 10 ke atas sudah dapat diajak merancang masa depan
melalui potensi potensi yang dimilikinya. Serap juga harapan2nya, kegelisahannya,
potensi potensinya, masalah masalahnya dstnya. Jika kita rutin melakukan ini,
maka kita akan punya perencanaan masa depan ananda, sesuai potensi fitrahnya.
Selain itu, seringnya merancang bersama akan membangun kelekatan. Tentu anak
yang usia 22 tahun, punya program berbeda, karena sudah masuk AqilBaligh, jadi
lebih didorong untuk menemukan peran peradabannya segera mungkin
Terlambat mengetahui HE
Ve, Malang Sri Sundari, Bandung Prima, Banten Yoen,
Jogja Sari, Sidoarjo
Assalamu'alaykum Ustadz, Saya ingin bertanya beberapa
hal Ustadz :
1. Saya ibu dari 2 anak laki laki umur hampir 14th dan
9th. Terus terang saya baru mengenal HE, dan saya merasa selama perkembangan
dan pertumbuhan mereka betapa banyak fitrah dari anak2 saya yang terabaikan.
Saat ini saya terus berusaha mengejar ketertinggalan dan senantiasa bertaubat
atas kesalahan yang saya perbuatan pada anak2. Saya ingin sekali
mengaplikasikan konsep2 HE kepada kedua anak saya, bagaimana dan dari mana saya
harus memulainya? Jazakillahu khoir
2. Saya punya 6 anak yang 2 sudah baligh, sisanya ada
4 ( 2 org sudah kelas 3 & 6 dan 2 lagi usia 7 & 5 th) yg hrs saya
didik. Saya merasa terlambat tahu tentang konsep fitrah sehingga ada hal-hal
yang nampak belum tercapai di usia mereka.. Jadi apa yang seharusnya saya
lakukan untuk mereka agar fitrahnya bisa tumbuh dengan baik? Rencananya yang
usia 7 dan 5 th mau mulai HS namun terkendala soal kedisiplinan karena saya
sibuk di ranah domestik belim biasa HS di rumah, meski sudah ada sejumlah ilmu
dari matrikulasi dll.. jadi bagaimana langkah awal yang bisa saya lakukan untuk
mantap di HS dengan basic HE ini.. matur suwun.. jazakallah khayr..
3. Saya bunda dari 2 anak (laki-laki 11 tahun dan
perempuan 9 bulan). Saya merasa cara mendidik anak pertama sangat jauh dari
yang seharusnya karena kurang sekali ilmu tentang parenting dan saat itu emosi
masih labil. Untuk memperbaiki kekurangan dalam mendidik si kakak, apa yang
harus saya lakukan? Jazakillah khoiron katsiro
4. Bagaimana menanamkan Tauhid bagi Anak Baligh yang
terlambat ditanamkan nilai-nilai tersebut karena ilmunya baru ketemu sekarang
Maturnuwun
5. Misal sudah berumur 30an tahun atau lebih dan baru
tahu tentang pendidikan berbasis fitrah ini. Bagaimana caranya menumbuhkan
fitrah jika masa emas di semua fase terlewat.? Lalu siapakah yang bisa
menumbuhkan fitrah itu, kita sendiri atau butuh bantuan orang lain?
Jawab
Terlambat Mengetahui HE AyahBunda yang baik,
1. Mulailah dari memetakan fitrah ananda satu persatu.
Bisa lewat ingatan dan kenangan pada ananda selama ini sejak kecil, bisa lewat
dialog, bisa lewat mengobservasi aktifitas atau kegiatannya sekarang. Lakukan
bersama suami dan hasilnya dituliskan dalam kesimpulan berupa kebutuhan dan
potensi serta masalahnya atau dituangkan dalam profile anak. Dari sana perlahan
bunda dan suami beserta ananda sudah bisa mulai merancang kegiatan atau proyek
atau program untuk kembali merawat aspek aspek fitrah baik yang terlewat maupun
yang perlu dikuatkan dan dikembangkan
2. Lakukan seperti jawaban 1 di atas. Pahami makna
setiap aspek fitrah perlahan lahan saja, dan pahami framework HE berbasis
FItrah. Ingat bahwa tiap anak unik dan selalu memerlukan cara yang berbeda
dengan kakak atau adiknya. Maka tajamkanlah firasat dengan mengembalikan gairah
fitrah mendidik kita sebagai orangtua sejak sekarang
3. Kenali ananda sedalam mungkin. Petakan dengan
empati, perasaannya, fikirannya, harapannya, potensinya, kegalauannya, jeritan
hatinya, frustasinya. Gunakan kacamata anak ketika merancang pendidikannya
dalam bentuk proyek maupun kegiatan, lalu gunakan kacamata ibu sejati yang
mampu melihat dengan hati
4. Keimanan itu bicara Kecintaan yang mendalam kepada
Allah, sehingga melahirkan kepatuhan dan ketaatan. Maka fokuslah membangun
keimanannya melalui imaji imaji indah ttg Allah, Rasulullah, Kitabullah dan
kebaikan Islam lainnya sebelum langsung kepada operasional syariahnya. Imaji
indah ini diperoleh dengan keteladanan yang membekas mendalam dan atmosfir
keshalihan yang berkesan. Temukan kegiatan2 tsb, misalnya mengHomeStay kan anak
di keluarga shalihah bisa dipertimbangkan
5. Laa tahzan, Islam mengenal Iedul Fitri setiap 1
Syawal, maka ini seolah menjadi simbol bahwa siapapun dapat kembali ke
fitrahnya jika "Imanan dan Ihtisaban" dalam pendidikan dirinya. Tentu
siapapun kita membutuhkan Murobby (pendamping akhlak) dan Maestro (pendamping
fitrah bakat) dalam menjalani kehidupan
Tazkiyatun Nafs
Mery, Aceh Idanayu, Surabaya Intan/Ambushafa, Bandung
Yoen, Jogja
1. Terkait tazkiyatun nafs... Karakter keras seorang
anak secara tidak langsung adalah warisan dari pola pengasuhan semasa kecil.
Nah..bagaimana jika seorang ayah dengan karakter kerasnya yang susah
dihilangkan.. masih sangat minim waktu untuk membaca ilmu-ilmu parenting.
Takutnya saya jika karakter kerasnya ini di tiru oleh anak-anak.
Jazakumullah...
2. Saya tertarik dengan materi tentang tazkiyatun
nafs. Apa yang harus saya lakukan untuk melakukan tazkiyatun nafs ini?
3. Tazkiyatunnafs adalah hal pertama yang harus
dilakukan oleh orangtua. Hal pertama apa yang perlu kita perbaiki dalam pola
pendidikan pada anak-anak yang baru kita sadari setelah anak di usia 8 thn dan
kita dalam proses tazkiyatun nafs yang kadang naik turun? Nuhun
4. Mau tanya untuk materi Kulwap 1: Secara teknis
penerapan Tazkiyatun Nafs itu seperti apa? Penerapan Tazkiyatun Nafs ini untuk
orangtua saja atau ortu beserta anak? Maturnuwun
Jawab
Tazkiyatunnafs AyahBunda yang baik, Pensucian diri
atau tazkiyatunnafs adalah kesadaran bahwa Allah menyukai dan menunjukki serta
mensukseskan mereka yang senantiasa membersihkan (tazkiyah) jiwanya (nafs).
Allah bersumpah dalam surat AsSyams sebanyak 11 kali kemudian berfirman
"Sungguh Sukses Orang yang Mensucikan Jiwanya". Tiada diantara kita
yang suci sempurna, namun Allah mencintai mereka yang senantiasa mensucikan
dirinya bukan yang suci sempurna. Allahlah sejatinya Murobby anak anak kita,
karena Allahlah Yang Maha Tahu fitrah anak anak kita, karenanya banyaklah
Muroqobah (mendekat) kepada Allah agar diberikan qoulan sadida (tutur sikap,
perasaan, tindakan yg berkesan mendalam, insoiratif, empatik dan layak
diteladani) serta hikmah hikmah yang banyak dalam mendidik atau membersamai
anak anak kita. Tazkiyatunnafs ini sekaligus menjadi terapi bagi trauma, rasa
sakit, marah, kecewa, frustasi dll masa lalu. Ini upaya memaafkan masa lalu
dengan berbaik sangka kpd Allah bahwa semua pristiwa pasti ada maksudnya dan
tidak ada yang sia sia. Allah menurut persangkaan hambaKu, jika hambaKu
menyangka aku baik maka baiklah kehidupannya, begitupula sebaliknya.. Secara
teknis Tazkiyatunnafs adalah 5 M, M1 Mu'ahadah, berhenti sejenak utk merenung
dan mengenang maksud penciptaan, janji janji pernikahan, mensyukuri kembali
semua karunia yang Allah berikan lalu berkomitmen menjawab panggilanNya M2
Muroqobah, banyak mendekat kepada Allah agar diberikan qoulan sadida M3
Mujahadah, sungguh sungguh menjalani panggilan Allah mendidik anak dengan
kesadaran pwnuh bahwa ini adalah jalan kebaikan yang akan membawa kita kepada
keridhaanNya M4 Muhasabah, mengevaluasi dan merefleksikan semua yang pernah
kita lakukan M5 Muaqobah, memberi sangsi positif atas apa yang buruk yang kita
lakukan, misalnya dgn banyak berinfaq baik harta, waktu dan ilmu
Menyelaraskan HE dengan Pasangan
Ana, Sidoarjo Hayani, Aceh Mery, Aceh Assalamualaikum
Ustadz,
1. Saya mau menanyakan, bagaimana jika antara suami
dan istri tidak satu visi dalam mendidik anak?
2. Bagaimanakah cara meyakinnkan suami agar lebih
peduli terhadap pendidikan anak, jika dalam hal ini suami tergolong cuek
menanggapi masalah pendidikan anak? hanya focus pada pribadi saja.
3. Bagaimana kalo ayah tidak (belum) menjadi teladan
dirumah,bagaimana mensiasati keadaan tersebut?
4. Jika dikatakan ibunya harus mencontohkan
kebaikan-kebaikan terlebih dahulu.. bagamana jika suami sangat susah diajak
ngobrol.. jadinya merasa capek sendiri ustadz.. Jazakumullah...
Jawab
Menyelaraskan HE dengan Pasangan AyahBunda yang baik,
Sejatinya, sebuah pernikahan adalah peristiwa besar peradaban, karena dari
pernikahan itu lahirlah generasi peradaban dengan kelak peran peran besar
peradaban, karenanya tentu pahalanya besar dan jalannya tidak mudah. Idealnya,
suami dan istri, punya misi dan visi keluarga dan mendidik yang sejalan
sehingga memudahkan mencapai maksud dari pernikahan di atas. Jika pasangan kita
belum bisa diajak kerjasama, maka 1. Doakan yg banyak (bukan mengecam dan
komplain yg banyak) agar Allah sadarkan dan lembutkan jiwanya utk dapat
menerima panggilanNya 2. Temukan penyebabnya dan bantulah utk keluar dari
masalahnya. Orangtua yang tidak selesai dengan dirinya atau membenci dirinya krn
ada fitrah yang tdk tumbuh, akan sulit menjawab panggilan Allah utk mendidik
anak anaknya. Tidak selesai dengan dirinya ini kasus pee kasus solusinya 3.
Kita tdk bisa menunggu pasangan yang belum mau terlibat, maka asik dan seru
saja menjalani HE dengan anak anak, semoga pasangan terpikat dengan keseruan
kita dan mau terlibat
Manajemen HE untuk Orang Tua yg Bekerja
Ita Susanti, Bandar Lampung Rahma,
Jogja Santi-Malang Eko Suprihantomo, Pekanbaru
Assalamualaikum Ustadz Harry,
1. Saya ibu dari 3 org anak (usia 6y, 3y, 10m).
Anak-anak saya sedang dalam usia emas dalam belajar dan sangat butuh
pendampingan. Saya merasa bersalah karena saya harus bekerja pagi-sore. Tapi
saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya. Adakah saran supaya saya bisa
mendidik mereka dengan baik dengan keterbatasan waktu yang saya miliki?
2. Saya ibu 2 anak, anak saya yang pertama Alya (5
Tahun) yg sekarang sekolah TK A di TKIT anak kedua Tantri (22 bulan), saya
tertarik dengan FBE. Pertanyaan saya kaitannya dengan HE, apakah HE itu identik
dengan HS. Bagaimana jika orangtua karena keterbatasan waktu dan ilmu belum
bisa HS. Terimakasih
3. Yang ingin saya tanyakan : apakah efek dari
orangtua yang tidak melakukan HE (misal karena keduanya bekerja di luar rumah),
dan lebih mempercayai institusi untuk pendidikan anak-anaknya?
4. Siswa siswi saya anak dhuafa yang orang tuanya
banyak single parent dan sibuk cari nafkah. Bagaimana menggunakan aplikasi Home
Education untuk kasus ini? Jazakallaah
Jawab
Manajemen HE untuk Orangtua yang Bekerja AyahBunda
yang baik,
1. HE bukanlah pilihan tetapi kewajiban. Anak sekolah
maupun tidak, maka tidak sedikitpun mengurangi kewajiban HE. HE adalah peran
sejati ayah dan bunda sejak zaman Nabi Adam AS
2. Karenanya HE tidak membawa atau memindahkan sekolah
ke rumah. HE tidak banyak mengajarkan (too much teaching) tetapi banyak
memberikan ruang ekspresi dan inspirasi agar anak gairah utk belajar sepanjang
hidupnya. Ingat bahwa kita tidak mungkin mengajarkan semua hal apalagi akademis
kepada anak anak kita.
3. Karenanya, HE fokus pada menumbuhkan fitrah dan
menanamkan Adab. Obrolan dalam HE bukanlah ttg PR, tugas sekolah dan les yang
harus diselesaikan, tetapi ttg bagaimana keseruan menumbuhkan semua aspek
fitrah. Banyak HS memindahkan sekolah ke rumah dan membuat SOP lebih rigid dari
sekolah.
4. Bagi AyahBunda yang berkarir dan waktunya sempit,
HE tidak membebankan, krn kita tdk banyak mengajarkan, tetapi menyemangati dan
menggairahkan anak utk menumbuhkan keimanan, belajar dan bernalar, bakat,
kelekatan dstnya.
5. Kita tak perlu pusing dengan standar kurikulum, krn
kita tdk menggunakannya, tetapi fokus pada observasi semua aspek fitrah
pertumbuhan anak dengan kegiatan alami sesuai tahapan perkembangan fitrahhnya
Membersamai
Tia, Kepulauan Meranti, Riau Ayah
Amari, Surabaya Assalamu’alaikum.. Ustadz saya mau bertanya untuk bahan
kulwap hari ini : Secara fitrah anak itu kan bermain, belajar dan bersama orang
tuanya sejak 0-7 tahun.. Anak saya usia 3 tahun, rencana saya tidak mau
masukkan sekolah Paud atau TK.. Langsung saja nanti kalau sudah usia tujuh
tahun sekolahnya.. Paud menurut saya pendidikan yang terlalu dini menjauhkan
anak dari orang tuanya.. Bahkan saya lihat anak akan lebih banyak mendengar
guru paudnya daripada ibu atau ayahnya sendiri.. Padahal kan harusnya aybundnya
yang lebih banyak mewarnai.. Menurut saya dengan Paud atau TK anak justru
tambah jauh dengan orang tuanya.. Dia akan dekat dengan siapa dia sering
berjumpa.. Maka usia ini tidak boleh jauh dari orang tuanya.. 1. Apakah tindakan
kami sebagai orang tua tidak menyekolahkan ke Paud itu benar? 2. Bagaimanakah
agar bisa bersabar, membersamai anak? Demikian Ustadz. Terima Kasih..
Jawab
Membersamai Bunda Tia yang baik, Saya termasuk yang
tidak menganjurkan anak dimasukkan ke PAUD, dengan alasan alasan yang seperti
bunda kemukakan. Bahkan ada riset yang dibukukan dengan judul "better late
thab early". Usia 0-6 tahun ananda belum terlalu memerlukan sosial di luar
rumah, sosialisasi terbaik dalah dengan ayah dan ibunya utk menguatkan fitrah
keimanan (pengenalan Allah melalui kecintaan dan imaji positif), fitrah
seksualitas (attachment yg kuat serta identitas gender), fitrah bakat
(pengamatan sifat unik) dstnya. Agar kita shabar, maka banyaklah bersyukur kpd
semua karunia fitrah ananda dan amanah mendidiknya. Ubah cara pandang bahwa
anak kita beban, yakinlah bahwa ananda adalah karunia terindah di rumah kita
Membangkitkan Fitrah Keimanan Anak
Angga, Surabaya Bunda lis, Malang
Assalamualaikum. Saat di zaman Rasul, banyak sahabat
yang tadinya sangat membenci Rasul karena lebih mengimani ajaran leluhurnya,
namun bisa dengan sekejap berpaling ke Islam, tiba-tiba jatuh cinta dengan
Islam dan Rasulullah, bahkan rela meninggalkan keluarga atau orangtuanya. Umar
bin Khattab misalnya, dididik keras & kasar dari kecil, menyembah pagan
dari kecil, berperangai kasar, pemabuk yang sangat dekat dengan khamr,
orangtuanya pun saya yakin bukanlah orangtua yang santun dan perduli terhadap
pendidikan anaknya, namun bisa mengimani Islam dan membantu Rasul memerangi
kaum jahiliyah sesaat ketika membaca surat Taha. Selain karena hidayah dari
Allah yang membuat mereka bersikap begitu, 1. Apa lagi yang kira-kira bisa kami
lakukan sebagai orangtua agar suatu hari memiliki anak yang mampu lebih cinta
pada Allah dan rasulNya dibanding cinta pada yg lainnya, bahkan mungkin
dibanding cinta kepada kami orangtuanya? 2. Mohon penjelasannya yang dimaksud
dengan imaji-imaji positif itu apa? 3. Mohon diberi contoh cara membangkitkan
imaji positif anak umur 3 sampai 6 tahun. 4. Bagaimana cara membangkitkan
fitrah keimanan anak umur 3 sampai 6 tahun. Terima kasih
Jawab
Membangkitkan Fitrah Keimanan, AyahBunda yang baik,
Fitrah keimanan sudah diinstal sejak di alam rahim (QS 7:172) , berupa Syahadah
Rubbubiyatullah atau persaksian Allahlah Robb (Pencipta, Pemberi Rizqi dan
Pemilik atau Pemelihara). Fitrah keimanan ini Golden Age nya ada di usia 0-6
tahun. Inilah masa emas jika ingin mendidik Aqidah, jika ingin anak mencintai
Allah lebih dari segalanya. Ketahuilah bahwa rasa cinta melampaui dan
mengalahkan rasa sayang dan rasa takut. Karenanya mendidik Fitrah Keimanan
tahap 0-6 tahun adalah dengan membangun kecintaan dan keridhaan kepada Allah,
kpd Rasulullah SAW, kpd Islam dan kebaikan2nya. Membangun kecintaan dan
keridhaan ini tentu saja juga harus dengan hal hal yang penuh kecintaan dan keindahan,
inilah yg disebut imaji imaji positif yg berkesan mendalam dan menguatkan
Tauhid Rubbubiyatullah yang sudah diinstal sebelumnya. Karenanya, anak belum
diperintah Adab, termasuk Sholat (adab kpd Allah) di usia ini, karena Allah
baru memerintahkan orangtua menyuruh Sholat anaknya dj usia 7 tahun bukan sejak
dini. Di usia 0-6 tahun, fitrah ananda sedang tumbuh indah2nya maka adabpun
harus disampaikan dalam bentuk yang menyenangkan dan berkesan indah. Pada tahap
ini sholat dikenalkan dan dididik bukan dengan tertib waktu, tertib gerakan dan
tertib bacaan, tetapi gairah kecintaan anak utk menyambut panggilan sholat kpd
Allah dan kesan bahwa sholat itu indah. Karenanya juga, beberapa Ulama
menganjurkan tidak menceritakan dulu ttg Dajjal, perang akhir zaman, neraka
dstnya pd anak usia 0-6 tahun. Imaji2 positif ini bisa dengan kisah kisah
keteladanan dan pralteknya, suasana keshalihan dstnya
Mengelola Emosi Anak tanpa Menciderai Fitrahnya
Frida, Trenggalek Ivana, Medan Sri Mulyani,
Cilacap
Assalamu’alaikum,
1. Waktu pertama punya anak saya masih minim ilmu
mendidik anak. Anak saya termasuk anak yang aktif dan rasa ingin tau dan
kemauannya tinggi. Karena saya minim ilmu, saya sering memaksa ketika dia tidak
mau. Sekarang sudah usia 4 th 9 bln, dia jadi penakut (takut hujan kalo ada
angin, gampang takut terhadap sesuatu). Apa yang harus saya benahi agar anak saya
tidak jadi penakut dan kembali ke fitrah yang sudah terinstal sejak lahir?
Terimakasih
2. Anak saya laki-laki usia 3 thn, saya kebingungan
menyikapi saat dia sulit berhenti ketika melakukan hal-hal yang salah menurut
saya, seperti membanting-banting saat marah, angkat-angkat adik dengan posisi
salah, kalau adik sedang pegang mainan dirampas, kalau merasa terganggu adik
langsung cepat pukul, mohon pencerahannya Ustadz
3. Bagaimana cara mendidik anak yang masih mudah
dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan lingkungan rumah / tetangga
(teman-teman) padahal dari rumah sudah dididik / diajarkan... Terima kasih.
Jawab
Mengelola Emosi Anak tanpa Menciderai Fitrahnya Ayah
Bunda yang baik, 1. Kita sering sekali membenturkan sifat unik anak atau
perilakunya dengan Adab atau Akhlak atau etika atau disiplin, sehingga anak
cidera fitrahnya dan bahkan membenci Adab atau dirinya, jika tidak dikembalikan
fitrahnya maka akan terbawa sampai dewasa. Mengembalikannya adalah membangun
ego nya kembali, agar percaya dirinya tumbuh. Misalnya banyak bermain dengan
ayah, memberi label namanya pd barang2 miliknya, memberi kesempatan memilih
walau salah, membacakan kisah kisah kepahlawanan yang inspiratif dll 2. Ingat
bahwa kenakalan atau perilaku anak yg kita anggap buruk adalah potensi yang
belum nampak buahnya atau jeritan hati yang belum ketemu jalan keluarnya. Maka
temukanlah mendalam 2 hal di atas agar kita bisa menemukan solusinya 3.
Terpapar sedikit (jangan banyak) kenakalan di luar rumah adalah bagian dari
imunisasi. Sepanjang kedekatan kita sangat baik dengan ananda, maka ananda akan
lebih mendengar kita. Setiap terpapar, justru jadi kesempatan menjelaskan yang
benarnya. Karenanya biarkan anak menjadi dirinya apa adanya di depan kita.
Bermain bersama ayah, dalam banyak literatur akan memberi supplay ketegasan dan
membentuk kepercayaan diri yang kuat dan tidak mudah ikut ikutan
HE untuk ABK
Bunda Dayah, Banda Aceh Bu Hani,
Jogja
Assalamu'alaikum Anak sy 3. Umur 8, umur 6, dan baby 6
bln Anak sy yg umur 6 th, cowok, didiagnosa autis Haturnuhun kesempatannya, Sy
mau tanya penerapan fbe pada anak autis. 1. Bagaimana memulai HE pada anak yang
berkebutuhan khusus? 2. Saat ini anak sy blm bisa mengikuti sholat. Tapi mau
melihat. Khususnya utk sholat ini bagaimana cara mengajarkannya. Apakah sama
dimulai saat usia 7 th? Terima kasih.
Jawab

Setiap anak, setiap keluarga setiap komunitas adalah unik, karenanya tidak pernah akan ada kurikulum seragam yang dapat dipergunakan oleh semua orang. Maka yang kami rancang adalah framework atau kerangka kerja yg merupakan panduan umum Pendidikan berbasis Fitrah. Para orangtua dan pendidik dapat dengan mudah merancang program pendidikan anaknya masing² dengan menggunakan framework ini. (Sumber: buku FBE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar