Materi 17 Fatherhood Series
*TAFAUL MA’AL UMMAH*
_By : Igo Chaniago_
Pada tahapan berikutnya, setelah anak kita ajarkan sholat seperti yang saya jelaskan di materi sebelumnya, langkah berikutnya adalah mengajak mereka mulai berinteraksi dengan umat melalui sholat berjama’ah ke masjid. Hal ini perlu dilakukan karena masjid adalah sebuah institusi yang penting dalam membangun umat dan tempat dilaksanakan dakwah yang paling agung. Bukan sekedar tempat untuk sholat saja. Allah memberi keutamaan kepada orang orang yang memakmurkan masjid dalam firmanNya di Qs At Taubah 18 :
_Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk._
Selain mendapat keutamaan dari Allah berupa petunjuk, Rasulullah juga mengabarkan bahwa sholat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada sholat yang dikerjakan sendirian. Dan Rasulullah juga memberi peringatan keras kepada orang orang yang tidak mau menegakan sholat berjamaah ke masjid. Dimana dikisahkan dalam kitab shahih bukhori Rasulullah menyuruh para sahabat untuk mengumpulkan kayu untuk membakar rumah yang penghuninya (laki-laki) tidak mau melaksanakan sholat berjama’ah ke masjid.
Dari keutamaan tentang pentingnya sholat berjama’ah ke masjid di atas, hal ini mengisyaratkan bahwa para ayah wajib untuk mengajak anak-anaknya ke masjid. Dengan mengajak anak sholat berjama’ah ke masjid, maka para tetangga yang shalih dan putra mereka yang gemar ke masjid, para ustadz yang berilmu dan diajak mendengar ceramahnya, belajar tentang etika, sehingga ia mendapatkan bekal keimanan untuk di kemudian hari. Dari kegiatan ini pula anak akan belajar tentang persatuan kaum muslimin.
Namun, kadang memang ada saja masjid yang tidak ramah anak sehingga oknum pengurus masjid tetap ngotot ingin mengusir anak-anak dan menjauhkan mereka dari masjid dengan berdalil kepada hadis yang berbunyi:
_Jauhkan masjid Anda dari anak-anak dan orang gila.” (HR Ibnu Majah)_
“Hadis diatas riwayatnya lemah dan tidak jelas asalnya dari mana, sehingga tidak bisa dijadikan dalil”. Sebagaimana Ahli Hadis Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar dan Ibnu Al-Jauzi dan Al-Munziri dan Haitsami dan ulama-ulama lain juga melemahkan hadis tersebut. Banyak kalangan awam yang mengira bahwa hadis tersebut benar diriwayatkan dari Rasulullah sehingga membuat mereka berdalil dengan hadits ini untuk mengusir anak-anak dari masjid dan sangat tidak suka kalau melihat anak-anak bermain di masjid. Ini adalah sikap dan tindakan yang sangat tidak dibenarkan.
Yang benar adalah Islam sangat peduli dengan anak-anak, dan memerintahkan para ayah untuk menyuruh anak-anaknya shalat berjama’ah di masjid. Para ulama fiqh mendefinisikan anak, adalah orang yang belum mencapai usia baligh. (al-Asybah wan Nadhair, as-Suyuthi). Sejak anak umur berapa di dalam petunjuk islam untuk dilatih diajak ke masjid?
*Pertama, anak yang sudah masuk usia tamyiz.*
Jika anak sudah mencapai usia tamyiz, disyariatkan bagi walinya untuk memerintahkan anak agar datang ke masjid. Usia tamyiz disini adalah usia anak di mana ia sudah bisa mengetahui manakah yang mudhorot dan manakah yang mengandung manfaat. Dia bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 14: 32).
Orang tua diperintahkan untuk menyuruh anaknya agar melakukan shalat setelah menginjak usia tamyiz. Berdasarkan hadis dari Sabrah radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
_“Perintahkanlah anak untuk shalat jika sudah mencapai usia 7 tahun, dan jika sudah berusia 10 tahun, pukullah mereka (jika tidak mau diperintah) agar shalat melaksanakan shalat” (HR. Abu Daud)_
Hadis ini menunjukkan dua hal penting :
a. Para ayah mendapatkan tugas dari syariat untuk memerintahkan anak yang sudah menginjak usia tamyiz, agar melaksanakan shalat, dan mengajarkan tata cara shalat yang sah, seperti syarat dan rukun shalat. Ini berlaku, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.
b. Hadis ini menunjukkan di izinkannya seorang anak untuk masuk masjid. Karena masjid merupakan tempat pelaksanaan shalat. Para ayah, hendaknya membiasakan anak tersebut untuk sering ke masjid, menghadiri shalat jamaah, agar menimbulkan rasa cinta pada ibadah dan ketergantungan hati pada masjid.
*Kedua, anak yang belum tamyiz*
Ada banyak hadis yang menunjukkan bolehnya mengajak anak yang belum tamyiz ke masjid. Diantara dalil tersebut adalah
* Hadis dari Abu Qotadah al-Anshari mengatakan
_“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, putri dari Abul ‘Ash bin Rabi’ah. Apabila beliau sujud, beliau letakkan Umamah dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (HR. Bukhari & Muslim)_
* Sahabat Nabi yang bernama Syaddad ra meriwayatkan :
_Rasulullah datang ke masjid sambil membawa cucunya, Hasan dan Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami shalat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memukai shalat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai shalat, orang-orang sibuk bertanya, “wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu”. Rasulullah menjawab, “tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya.” (HR: Nasa’i dan Hakim)_
* Dikisahkan dari Abu Hurairah :
_Ketika Rasulullah shalat, dan bila beliau sujud maka Hasan dan Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lalu, jika ada sahabat-sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya, dan apabila setelah selesai shalat rasulullah memangku kedua cucunya itu. (HR: Ibnu Khuzaimah)_
* Anas bin Malik meriwayatkan :
_“Pernah Rasulullah shalat, lalu beliau mendengar tangis bayi yang dibawa serta ibunya shalat ke masjid, maka Rasulullah pun mempersingkat shalatnya dengan hanya membaca surat ringan atau surat pendek. (HR: Muslim)_
* Sahabat Nabi Yang Bernama Rabi’ menceritakan:
_Pada suatu pagi di hari Asyura Rasululah mengirim pesan ke kampung-kampung sekitar kota Madinah, yang bunyinya “Barang siapa yang sudah memulai puasa dari pagi tadi maka silahkan untuk menyelesaikan puasanya, dan bagi yang tidak puasa juga silahkan terus berbuka”. Sejak saat itu kami senantiasa terus berpuasa pada hari Asyura, begitu juga anak-anak kecil kami banyak yang ikutan berpuasa dengan kehendak Allah, dan kami pun ke masjid bersama anak-anak. Di masjid kami menyiapkan mainan khusus buat anak-anak yang terbuat dari wool. Kalau ada dari anak-anak itu yang tidak kuat berpuasa dan menangis minta makan maka kamipun memberi makanan bukaan untuknya”. (HR. Muslim)_
Hadits hadits ini memberikan pelajaran penting, yaitu :
a. Bolehnya membawa bayi ke masjid, dan boleh menggendongnya ketika shalat, meskipun itu adalah shalat wajib. Karena ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong Umamah, beliau mengimami para sahabat.
b. Rasulullah kadang membawa cucunya dan para shahabiyah membawa bayinya yg belum mumayiz berjama'ah ke masjid. Jadi hadits yang memerintahkan menjauhkan anak anak dari masjid tidak tepat.
c. Pakaian bayi dan badannya itu suci, selama tidak diketahui adanya najis. Memang ada ulama yang menganggap membawa bayi yang bernajis maka sholatnya tidak sah. Namun ada juga ulama yang menganggap bahwa orang yang hendak shalat tidak boleh menyentuh atau menggendong bayi, karena dimungkinkan ada najis di pakaiannya adalah anggapan yang tidak berdasar. Prinsip “ada kemungkinan” hanyalah sebatas keraguan yang tidak meyakinkan.
Masjid adalah tempat yang tepat dalam mengajarkan anak-anak shalat dan membaca Al-Quran dan hukum-hukum tajwid dan materi-materi keislaman lainnya. Seperti itu petunjuk dan pedoman yang diajarkan Rasulullah pada ummatnya terkait interaksi kita kepada anak-anak di masjid. Sehingga siapapun tidak boleh mengusir anak-anak dari masjid, sebab mereka adalah pemuda-pemuda harapan masa depan. Allah memerintahkan kita agar meneladani Rasulullah pada segala hal, baik terkait urusan dunia maupun akhirat, sehingga sudah selayaknyalah kita mengikuti dan meladani Rasulullah dalam membiasakan anak-anak kita untuk mendatangi masjid dan bermain di masjid, serta tidak membiarkan mereka ngumpul-ngumpul tidak jelas di ujung gang atau jalan yang hanya akan menyebabkan akhlak mereka menjadi buruk karena pengaruh lingkungan dan teman-teman mereka yang tidak sehat.
Dan andainya pun sebahagian anak-anak yang datang ke masjid sering menjadi gangguan bagi orang-orang yang sedang shalat, baik karena suara tangisan mereka, jeritan dan lengkingan suara, jamaah masjid tidak boleh meresponnya dengan kasar atau memarah-marahi anak-anak tersebut atau orang tua anak-anak tersebut, sehingga hanya akan menambah-menambah keributan baru saja. Untuk menyelesaikan masalah anak-anak tersebut maka sikapilah dengan bijak dan baik seperti metode yang dilakukan oleh Rasulullah. Sebagaimana sabda Beliau :
_“Segalanya sesuatu yang dibarengi dengan kelembutan niscaya akan membuatnya menjadi lebih cantik dan indah. Jika kelembutan terenggut, segalannya akan menjadi rusak dan jelek.” (HR: Muslim)_
Mari kita ciptakan masjid ramah anak sehingga anak anak kita cinta dengan masjid dan memakmurkannya. Umat islam tidak akan bangkit, sebelum jama’ah sholat shubuh di masjid menyamai sholat jumat. Maka wahai para ayah, ajak anak anak kita ke masjid!
#fatherhood series
#home education
#parenting nabawiyah
Kamis, 03 Agustus 2017
# Fitrah based education
# Kurikulum Belajar
Tafaul Ma'al Ummah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar